Sendratari Ramayana

05.47 Edit This 0 Comments »

  • Sendratari Ramayana (2)
Dibawakan oleh lebih dari 250 penari di tempat asalnya: Panggung Terbuka Ramayana & Panggung Trimurti. Kompleks Candi Prambanan - Yogyakarta - Indonesia.

Ramayana adalah contoh terbaik dari cerita Jawa yang ceritanya dipahatkan pada dinding Candi Siwa di dalam kompleks peninggalan Candi Prambanan. Versi Ramayana Prambanan agak berbeda dengan cerita asli India-nya, yang mencerminkan adaptasi dengan kebudayaan Jawa selama berabad-abad.

Saat ini, Ramayana disesuaikan untuk seni pertunjukan. Sejak tahun 1960-an, ratusan penari telah menghidupkan cerita relief kuno ke dalam pertunjukan di panggung terbuka Prambanan yang terletak di bagian barat kompleks candi. Pada dasarnya, sebagai drama tari tradisional tanpa dialog yang panjang, Balet atau Sendratari Ramayana - akronim dari drama dan tari - merupakan pementasan yang bagus dengan kepahlawanan, tragedi, roman serta penganiayaan untuk memuaskan para penonton. Semuanya dipentaskan di bawah sinar rembulan dengan latar belakang Candi Roro Jonggrang.

Cerita Ramayana terdiri dari empat episode, dengan satu episode pementasan setiap malam, yang dibawakan dari pukul 07.30 sampai 09.30 malam selama empat malam berturut-turut, setiap bulan dari Mei sampai Oktober. Cerita secara penuh dibawakan di Panggung Trimurti setiap Selasa, Rabu dan Kamis, yang dibawakan oleh lebih dari 50 penari profesional.


SINOPSIS RAMAYANA

Pengantar

Prabu Janaka, Raja Kerajaan Mantili memiliki seorang puteri yang sangat cantik bernama Dewi Shinta. Untuk menentukan siapa calon pendamping yang tepat baginya, diadakanlah sebuah sayembara. Rama Wijaya, Pangeran dari Kerajaan Ayodya akhirnya memenangi sayembara tersebut.

Prabu Rahwana, pemimpin Kerajaan Alengkadiraja sangat menginginkan untuk menikahi Dewi Shinta. Namun, setelah mengetahui siapa Dewi Shinta, ia berubah pikiran. Ia menganggap bahwa Dewi Shinta merupakan jelmaan Dewi Widowati yang telah lama ia cari-cari.

Hutan Dandaka

Rama Wijaya beserta Shinta, istrinya, dan ditemani oleh adik lelakinya, Leksmana, sedang berpetualang dan sampailah ke Hutan Dandaka. Di sini mereka bertemu dengan Rahwana yang begitu memuja Dewi Shinta dan sangat ingin memilikinya. Untuk mewujudkan gagasannya, Rahwana mengubah salah satu pengikutnya bernama Marica menjadi seekor kijang yang disebut Kijang Kencana dengan tujuan memikat Shinta.

Karena tertarik dengan kecantikan kijang tersebut, Shinta meminta Rama untuk menangkapnya. Rama menyanggupi dan meninggalkan Shinta yang ditemani Leksmana dan mulailah dia memburu kijang tersebut.

Setelah menunggu lama, Shinta menjadi cemas karena Rama belum datang juta. Ia meminta Leksamana untuk mencari Rama. Sebelum meninggalkan Shinta, Leksmana membuat lingkaran sakti di atas tanah di sekeliling Shinta untuk menjaganya dari segala kemungkinan bahaya.

Begitu mengetahui bahwa Shinta ditinggal sendirian, Rahwana mencoba untuk menculiknya namun gagal karena lingkaran pagar pelindung yang menjaganya. Kemudian ia mengubah diri menjadi seorang Brahmana. Shinta jatuh kasihan terhadap Brahmana yang tua tersebut dan hal tersebut membuatnya keluar dari lingkaran pelindung. Akibatnya, Rahwana - yang menjelma menjadi Brahmana tua tersebut - berhasil merebut dan membawanya terbang ke Kerajaan Alengka.

Memburu Kijang

Rama berhasil memanah kijang yang dikejarnya, namun tiba-tiba kijang tersebut berubah menjadi raksasa. Terjadilah perkelahian antara Rama dengan raksasa tersebut. Raksasa tersebut akhirnya dapat dibunuh Rama menggunakan panahnya. Kemudian tibalah Leksama dan meminta Rama untuk segera kembali ke tempat di mana Shinta berada.

Penculikan Shinta

Dalam perjalanan ke Alengka, Rahwana bertemu dengan burung garuda bernama Jatayu. Mereka kemudian terlibat pertengkaran karena Jatayu mengetahui bahwa Rahwana menculik Dewi Shinta - yang adalah anak Prabu Janaka, teman dekatnya. Sayangnya, Jatayu berhasil dikalahkan oleh Rahwana saat mencoba membebaskan Shinta dari cengkeraman Rahwana.

Mengetahui bahwa Shinta tidak lagi berada di tempat semula, Rama dan Leksmana memutuskan untuk mencarinya. Dalam perjalanan pencarian tersebut, mereka bertemu dengan Jatayu yang terluka parah. Saat bertemu pertama kali tersebut, Rama mengira bahwa Jatayulah yang menculik Shinta sehingga ia berniat membunuhnya namun Leksmana mencegahnya. Jatayu menjelaskan apa yang terjadi sebelum akhirnya ia meninggal.

Tidak lama kemudian, seekor kera putih bernama Hanoman tiba. Ia diutus oleh pamannya, Sugriwa, untuk mencari dua pendekar yang mampu membunuh Subali. Subali adalah serang yang suci dan telah mengambil Dewi Tara, wanita kesayangan Sugriwa. Setelah dipaksa, akhirnya Rama memutuskan untuk membantu Sugriwa.

Gua Kiskendo

Pada saat Subali, Dewi Tara dan anak lelakinya sedang berbincang-bincang, tiba-tiba datanglah Sugriwa dan langsung menyerang Subali. Sugriwa yang dibantu oleh Rama akhirnya mampu mengalahkan Subali. Sugriwa berhasil merebut kembali Dewi Tara. Untuk membalas kebaikan Rama, Sugriwa akan membantu Rama mencari Dewi Shinta. Untuk tujuan ini, Sugriwa mengutus Hanoman untuk mencaritahu mengenai Kerajaan Alengka.

Kemenakan Rahwana, Trijata, sedang menghibur Shinta di taman. Rahwana datang untuk meminta kesediaan Shinta menjadi istrinya. Shinta menolak permintaan tersebut. Hal ini membuat Rahwana kalap dan mencoba membunuhnya namun Trijata menghalanginya dan memintanya untuk bersabar. Trijata berjanji untuk merawat Shinta.

Saat Shinta merasa sedih, ia tiba-tiba mendengar nyanyian indah yang disuarakan oleh Hanoman, si kera putih. Hanoman memberi tahu Shinta bahwa ia adalah utusan Rama yang dikirim untuk membebaskannya. Setelah menjelaskan tujuannya, Hanoman mulai mencari tahu kekuatan seluruh pasukan Alengka. Ia kemudian merusak taman tersebut.

Indrajit, anak lelaki Rahwana, berhasil menangkap Hanoman namun Kumbokarno mencegahnya untuk membunuhnya dan Hanoman dijatuhi hukuman mati dengan cara dibakar. Namun saat dibakar, Hanoman berhasil lari dan justru membakar kerajaan dengan tubuhnya yang penuh kobaran api.

Segera setelah membakar kerajaan, Hanoman datang kepada Rama dan menjelaskan apa yang telah terjadi. Rama kemudian pergi ke Alengka disertai dengan pasukan kera. Ia menyerang kerajaan dan membuat pasukan Alengka kocar-kacir setelah Indrajit - sebagai kepala pasukan kerajaan - berhasil dibunuh.

Rahwana kemudian menunjuk Kumbokarno - raksasa yang bijaksana - untuk memimpin pasukan dan menyerang kerajaan Alengka. Namun kemudian Kumbokarno berhasil dibunuh oleh Rama dengan panah pusakanya. Rahwana mengambil alih komando dan mulai menyerang Rama dengan bala tentara seadanya. Rama akhirnya juga berhasil membunuh Rahwana. Dibawa oleh Hanoman, mayat Rahwana diletakkan di bawah gunung Sumawana.

Rama Bertemu Shinta

Setelah kematian Rahwana, Hamonan menjemput Shinta untuk dipertemukan dengan Rama. Namun Rama menolak Shinta karena ia berpikir bahwa Shinta sudah tidak suci lagi. Shinta kecewa dan untuk membuktikan kesetiaannya kepada suaminya, ia menceburkan diri ke dalam kobaran api dan membakar diri. Karena kesuciannya dan atas bantuan Dewa Api, ia tidak terbakar dan selamat. Hal tersebut membuat Rama bahagia dan akhirnya menerimanya kembali menjadi istrinya.

Wayang Kulit, Mahakarya Seni Pertunjukan Jawa

05.45 Edit This 0 Comments »
Wayang Kulit Show (3)

Malam di Yogyakarta akan terasa hidup jika anda melewatkannya dengan melihat wayang kulit. Irama gamelan yang rancak berpadu dengan suara merdu para sinden takkan membiarkan anda jatuh dalam kantuk. Cerita yang dibawakan sang dalang akan membawa anda larut seolah ikut masuk menjadi salah satu tokoh dalam kisah yang dibawakan. Anda pun dengan segera akan menyadari betapa agungnya budaya Jawa di masa lalu.

Wayang kulit adalah seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari setengah milenium. Kemunculannya memiliki cerita tersendiri, terkait dengan masuknya Islam Jawa. Salah satu anggota Wali Songo menciptakannya dengan mengadopsi Wayang Beber yang berkembang pada masa kejayaan Hindu-Budha. Adopsi itu dilakukan karena wayang terlanjur lekat dengan orang Jawa sehingga menjadi media yang tepat untuk dakwah menyebarkan Islam, sementara agama Islam melarang bentuk seni rupa. Alhasil, diciptakan wayang kulit dimana orang hanya bisa melihat bayangan.

Pagelaran wayang kulit dimainkan oleh seorang yang kiranya bisa disebut penghibur publik terhebat di dunia. Bagaimana tidak, selama semalam suntuk, sang dalang memainkan seluruh karakter aktor wayang kulit yang merupakan orang-orangan berbahan kulit kerbau dengan dihias motif hasil kerajinan tatah sungging (ukir kulit). Ia harus mengubah karakter suara, berganti intonasi, mengeluarkan guyonan dan bahkan menyanyi. Untuk menghidupkan suasana, dalang dibantu oleh musisi yang memainkan gamelan dan para sinden yang menyanyikan lagu-lagu Jawa.

Tokoh-tokoh dalam wayang keseluruhannya berjumlah ratusan. Orang-orangan yang sedang tak dimainkan diletakkan dalam batang pisang yang ada di dekat sang dalang. Saat dimainkan, orang-orangan akan tampak sebagai bayangan di layar putih yang ada di depan sang dalang. Bayangan itu bisa tercipta karena setiap pertunjukan wayang memakai lampu minyak sebagai pencahayaan yang membantu pemantulan orang-orangan yang sedang dimainkan.

Setiap pagelaran wayang menghadirkan kisah atau lakon yang berbeda. Ragam lakon terbagi menjadi 4 kategori yaitu lakon pakem, lakon carangan, lakon gubahan dan lakon karangan. Lakon pakem memiliki cerita yang seluruhnya bersumber pada perpustakaan wayang sedangkan pada lakon carangan hanya garis besarnya saja yang bersumber pada perpustakaan wayang. Lakon gubahan tidak bersumber pada cerita pewayangan tetapi memakai tempat-tempat yang sesuai pada perpustakaan wayang, sedangkan lakon karangan sepenuhnya bersifat lepas.

Cerita wayang bersumber pada beberapa kitab tua misalnya Ramayana, Mahabharata, Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Kini, juga terdapat buku-buku yang memuat lakon gubahan dan karangan yang selama ratusan tahun telah disukai masyarakat Abimanyu kerem, Doraweca, Suryatmaja Maling dan sebagainya. Diantara semua kitab tua yang dipakai, Kitab Purwakanda adalah yang paling sering digunakan oleh dalang-dalang dari Kraton Yogyakarta. Pagelaran wayang kulit dimulai ketika sang dalang telah mengeluarkan gunungan. Sebuah pagelaran wayang semalam suntuk gaya Yogyakarta dibagi dalam 3 babak yang memiliki 7 jejeran (adegan) dan 7 adegan perang. Babak pertama, disebut pathet lasem, memiliki 3 jejeran dan 2 adegan perang yang diiringi gending-gending pathet lasem. Pathet Sanga yang menjadi babak kedua memiliki 2 jejeran dan 2 adegan perang, sementara Pathet Manura yang menjadi babak ketiga mempunyai 2 jejeran dan 3 adegan perang. Salah satu bagian yang paling dinanti banyak orang pada setiap pagelaran wayang adalah gara-gara yang menyajikan guyonan-guyonan khas Jawa.


Gamelan, Orkestra a la Jawa

05.41 Edit This 0 Comments »
  • Gamelan Show (2)

Gamelan jelas bukan musik yang asing. Popularitasnya telah merambah berbagai benua dan telah memunculkan paduan musik baru jazz-gamelan, melahirkan institusi sebagai ruang belajar dan ekspresi musik gamelan, hingga menghasilkan pemusik gamelan ternama. Pagelaran musik gamelan kini bisa dinikmati di berbagai belahan dunia, namun Yogyakarta adalah tempat yang paling tepat untuk menikmati gamelan karena di kota inilah anda bisa menikmati versi aslinya.

Gamelan yang berkembang di Yogyakarta adalah Gamelan Jawa, sebuah bentuk gamelan yang berbeda dengan Gamelan Bali ataupun Gamelan Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut dan slow, berbeda dengan Gamelan Bali yang rancak dan Gamelan Sunda yang sangat mendayu-dayu dan didominasi suara seruling. Perbedaan itu wajar, karena Jawa memiliki pandangan hidup tersendiri yang diungkapkan dalam irama musik gamelannya.

Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.

Tidak ada kejelasan tentang sejarah munculnya gamelan. Perkembangan musik gamelan diperkirakan sejak kemunculan kentongan, rebab, tepukan ke mulut, gesekan pada tali atau bambu tipis hingga dikenalnya alat musik dari logam. Perkembangan selanjutnya setelah dinamai gamelan, musik ini dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang, dan tarian. Barulah pada beberapa waktu sesudahnya berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para sinden.

Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, diantaranya satu set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan celempung, gambang, gong dan seruling bambu. Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya gong berperan menutup sebuah irama musik yang panjang dan memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending.

Gamelan Jawa adalah musik dengan nada pentatonis. Satu permainan gamelan komplit terdiri dari dua putaran, yaitu slendro dan pelog. Slendro memiliki 5 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan perbedaan interval kecil. Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar. Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa aturan, yaitu terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi oleh satu gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4 nada.

Anda bisa melihat gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri maupun sebagai pengiring tarian ata

u seni pertunjukan seperti wayang kulit dan ketoprak. Sebagai sebuah pertunjukan tersendiri, musik gamelan biasanya dipadukan dengan suara para penyanyi Jawa (penyanyi pria disebut wiraswara dan penyanyi wanita disebut waranggana). Pertunjukan musik gamelan yang digelar kini bisa merupakan gamelan klasik ataupun kontemporer. Salah satu bentuk gamelan kontemporer adalah jazz-gamelan yang merupakan paduan paduan musik bernada pentatonis dan diatonis.

Wayang Golek

05.13 Edit This 0 Comments »

Banyak orang beranggapan bahwa seni wayang berasal dari Negeri India. Padahal menurut R.Gunawan Djajakusumah dalam bukunya Pengenalan Wayang Golek Purwa di Jawa Barat, hal itu tidak benar. Menurutnya, wayang adalah kebudayaan asli Indonesia (khususnya di Pulau Jawa).

Perkataan wayang berasal dari Wad an Hyang, artinya "leluhur",tapi ada juga yang berpendapat yaitu dari kata "bayangan". Adapun yang berpendapat bahwa wayang berasal dari negri India mungkin melihat dari asal ceritanya yaitu mengambil dari cerita Ramayana dan Mahabrata (berasal dari Kitab Suci Hindu). Tetapi selanjutnya cerita-cerita itu diubah dan direkayasa disesuaikan dengan kebudayaan di Jawa.

Di Jawa Barat seni wayang dinamakan "Wayang Golek". Artinya, menjalankan seni wayang dengan menggunakan boneka terbuat dari kayu hampir menyerupai muka dan tubuh sosok manusia gambaran wayang. Ada empat macam figure pada wayang golek, yaitu; figure Rahwana ( goleknya memakai makuta dengan model sekar kluwih dan ukirannya menyerupai ukiran jaman Kerajaan Pajajaran dan Mataram dengan keturunannya yaitu; Suyudana dan Dursasana), figure Arjuna (menggambarkan sosok pejuang sejati yang tampan dan gagah berani, bajunya memakai supit urang , seangkatannya seperti ; Bima dan Gatotkaca), figure Garuda Mungkur (direka muka garuda dengan lidahnya keluar), figure Bineka Sari (seperti pohon cemara disusun ke atas seperti pada wayang Kresna, Baladewa, Arimbi, Rama dan Indra, figure Kuluk, asesoris bajunya memakai gambar garuda atau sumping seperti terdapat pada wayang Batara guru, Karna dan Kumbangkarna. Figur-figur wayang golek tersebut dibuat ada yang menggunakan patokan (ugaran) dan berdasarekan seni bakatnya sendiri (berdasarkan selera masing-masing). Pembuat wayang selama ini terdapat di daerah Bogor (selacau ¿ Batujajar) dan Cibiru ¿ Bandung.

Bagian-bagian seni wayang golek terdiri dari : Dalang (yang memainkan boneka ¿ golek berdasarkan ceritanya), goleknya itu sendiri (jumlahnya ratusan), nayaga ¿group atau orang yang memainkan gamelan, kendang, goong, rebab (alat musk gesek) dan juru kawih serta juru alok). SEmua bagian tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Satudengan lainnya bersinergi sesuai irama dan jalan ceritannya.

Pertunjukan wayang biasanya dilakukan pada saat adanya kenduri baik kawinan maupun hajatan sunatan, Agustusan atau karena hal tertentu (bisanya ini dinamakan ruwatan). Waktunya bisa semalam suntuk atau hanya beberapa jama saja. Isi ceritanya ada yang menganut prinsip galur (diambil secara utuh berdasarkan cerita Ramayana dan Mahabrata) dan ada yang menggunakan prinsip sempalan (mengambil bagian-bagian tertentu yang biasanya menarik penonton seperti; peperangan, dan dialog humor).

Pertujukan wayang yang menggunakan prinsip galur waktunya semalam suntuk sedangkan yang sempalan biasanya hanya satu sampai dua jam saja. Apalagi apabila pertunjukannya melalui media televise yang jamtayangnya sangat terbatas mungkin hanya 45 menit saja. Dalam kondisi masyarakat yang aktifitas socialnya tinggi dan menuntut waktu serba cepat, maka pertunjukan yang singkat tapi padat ceritanya dan dialog humornya menarik akan sangat diminati dibandingkan yang menggunakan jalan cerita prinsip galur ¿ dengan lama hingga waktu subuh. Bagi masyarakat dari golongan generasi tua dan fanatic terhadapprinsip galur wayang ia akan menyenangi jalan cerita aslinya walaupun ia dengar dan lihat berulang-ulang. Tapi, bagi generasi muda yang haus hiburan serba instant, maka cerita-cerita sempalan adalah paling disukai.

Berapa jumlah tokoh wayang yang juga sekaligus jumlah boneka wayangnya ? Jawabnya, bahwa menurut R.Gunawan Djajakusumah terdapat 623 tokoh wayang dan tidak semuanya terpangpang dalam satu pertunjukan.

Menurut pengamatan kami (redaksi) dalam satu pertunjukan biasanya menghadirkan antara 20 sampai 30 boneka wayang dan yang sering muncul kebanyakan figure-figur yang akrab di masyarakat seperti; arjuna, pandawa lima khsusnya ¿siCepot¿, gatotkaca, bima, rahwana, anggota pasukan Kurawa.
Jumlah dalang yang tercatat hingga tahun 2002 ini diperkirakan jumlahnya tidak melebih seratusan dan yang digemari masyarakat adalah seperti; Asep Sunarya, Ade Sunarya, Dede Amung. Dalang-dalang ini memiliki kamampuan teknis memainkan wayang yang tinggi, mampu melantunkan jalan ceritanya, sentilan humornya menarik dan komunikatif dengan penonton.

Reog

05.12 Edit This 0 Comments »

Belum diketahui secara pasti apa yang dimaksud dengan istilah "Reog" dan darimana asalnya serta siapa yang pertamakali membentuk kesenian "reog". Apakah hanya ada di daerah Priangan saja atau di daerah lainnyapun ada sebagaimana Seni Reog Ponorogo? Jawabannya belum diperoleh informasi yang jelas dan belum ada yang menelusuri sejarah perjalanan seni reog ini.

Namun, masyarakat umum mengenal secara luas seni reog tatkala TVRI menayangkan secara berkala Kesenian Reog yang dimainkan oleh Polri dengan pelakunya antara lain "Mang Diman Cs"(Gup BKAK). Atau sekitar Tahun 1967 muncul perkumpulan Reog Wanita dengan tokohnya Pak Emen dan Ibu Anah dan kemungkinan di daerah lainyapun bermunculan seni reog hanya tidak tercatat secara jelas.

Ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa istilah ":reog" adalah kependekan dari Reorganisasi ogel (kesenian ogel , lawak dan tari-tarian), adapula pendapat istilah reog itu dari keseniak Reak, ataupun pendapat lainnya, bahwa reog itu berasal dari ugal-igel (karena pemainnya menggerakan anggota tubuh untuk menari dengan tarian kocak atau sambil melucu). Konon khabarnya sejak jaman para wali kesenian ini sudah ada dan biasa dimainkan oleh para santri. Hingga tahun 1953 muncul grup reog antara lain Grup Reog Tunggal Wargi pimpinan Pa Amin Mihardja dan Grup Reog Ajendam pimpinan Pa Dase.

Sebagaimana kesenian lainnya, seni reogpun disenangi oleh masyarakat terutama masyarakat di pedesaan dan sebagian kecil masyarakat perkotaan karena mengandung unsure hiburan dan daya tarik irama gendang (dogdog : Bahasa Sunda) yang dipukul secara variatif serta dikombinasikan dengan gerak tari lucu dan lirik lagu yang sarat pesan social dan keagamaan.

Walaupun kesenian yang diimport dari barat semakin melimpah namun pada sebagai masyarakat tertentu masih menyukai kesenian reog. Hanya saja pemain dan kelompok organisasinya semakin sulit untuk dijumpai dan kalaupun ada mereka itu biasanya dari kelompok generasi tua. Pertunjukannyapun sudah semakin jarang karena tidak ada atau sangat kurangnya order manggung.

Bahkan ketika hiburan HUT Kemerdekaanpun jarang ada panitia yang menjadualkan kesenian reog karena masyarakat lebih menyenangi dangdut dan band kebarat-baratan.

Kesenian reog biasanya dimainkan oleh empat orang dengan struktur ; seorang dalang, yaitu yang mengendalikan permainan, seorang wakil dalang, dan dua orang lain lagi sebagai pembantu. Dalang memegang gendang atau dogdog yang berukuran 20 cm yang disebut dogdog Tilingtingtit, pembantu dalang memegang gendang yang berukuran 25 cm atau yang disebut Panempas dan pemain ketiga menggunakan dogdog ukuran 30-35 cm dan disebut Bangbrangserta pemain keempat memegang dogdog ukuran 45 cm yang disebut pula Badublag. Pemain ketiga dan keempat biasanya berperan sebagai pelawak sedangkan pemain kesatu dan kedua mengendalikan scenario jalan cerita. Lama permainannya berkisar antara satu sampai satu setengah jam dan untuk pengirinng lagu-lagunya sebagai selingan atau pelengkap adalah para penabuh waditra dengan perlengkapan seperti ; dua buah saron, gendang, rebab, goong, gambang dllnya.

Pada perkembangan saat ini salah satu yang mungkin menurunnya kualitas seni reog ialah karena para pemainnya terlalu lama melawak sedangkan memainkan dogdognya hanya sebentar, sehingga muncul sindiran dalam Bahasa Sunda Cul dogdog tinggal igel, artinya dogdognya ditinggalkan (tidak dimainkan) igel (ibing dan melawaknya) yang diutamakan.

Walaupun sudah mulai tersisihkan, masih banyak warga masyarakat yang mengharapkan agar media masa seperti; TVRI, dan Stasiun Televisi swasta menayangkan jenis-jenis kesenian seperti reog ini.
Terakhir ini Pemerintah Kota Bandung mengadakan festival Reog se Kota Bandung yang diikuti sekitar 32 grup dan ini menandakan masih adanya kesenian Reog di lingkungan masyarakat Sunda khususnya di Kota Bandung. Tentu di daerah lainyapun pasti ada hanya saja karena tidak adanya yang mengkoordinir atau tidak adanya pertemuan semacam festival menimbulkan mereka tidak muncul atau mereka hanya bermain di lingkungan sekitarnya.

Kembalikan Martabat Bahasa Tegal

05.11 Edit This 1 Comment »
Di layar televisi kita mudah menjumpai figur publik, terutama artis yang memakai bahasa Tegal untuk berkomunikasi. Nama seperti Parto Patrio, Cici Tegal, dan Eman adalah artis yang lekat dengan dialek itu. Padahal, mereka bukan orang Tegal asli. Mereka hanya numpang karakter lewat dialek Tegal sebagai alat melucunya. Seringnya penggunaan bahasa Tegal sebagai alat melawak, membuat banyak orang mencitrakan Tegal sebagai bahasa yang lucu. Padahal, sebagaimana bahasa daerah yang lain, bahasa Tegal, atau sejumlah orang menyebutkan sebagai bahasa Jawa dialek Tegal, juga merupakan bahasa yang "serius". Ia merupakan pencerminan karakter orang Tegal dan sekitarnya yang juga berkecenderungan serius. "Orang selama ini kurang proporsional dalam menempatkan bahasa Tegal. Mereka memandang bahasa ini hanya untuk lawakan. Padahal, bahasa Tegal juga merupakan sarana komunikasi sosial yang serius bagi masyarakat Tegal dan sekitarnya," papar ahli bahasa Tegalan, Mochamad Hadi Utomo, pekan lalu di Tegal. Dalam tipologi masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah, bahasa Tegal hanya dianggap sebagai subkultur dari bahasa Jawa. Pandangan itu sudah bertahan ratusan tahun. Bahasa Tegal ditempatkan sebagai bahasa kelas dua dibanding bahasa Jawa yang berkiblat kepada budaya Surakarta dan Yogyakarta. Pandangan itu muncul karena proses sejarah sosial dan politik di Jawa yang cenderung didominasi wong wetanan atau orang timur yang berasal dari wilayah Mataraman. Sejak zaman Mataram Islam, hampir semua pemimpin atau penguasa di wilayah Tegal berasal dari priayi wetanan atau kaum bangsawan dari Timur, terutama dari Surakarta dan Yogyakarta. Menurut Hadi Utomo, priayi wetanan itu cenderung membawa budaya dan dialek kejawaannya dalam berkomunikasi kepada masyarakat dan birokrasinya. Ini membuat secara politik posisi bahasa dan dialek Jawa di wilayah Tegal dan sekitarnya lebih elite dan dianggap lebih luhur dibandingkan dengan dialek Tegal. Birokrat dan punggawa kadipaten ikut-ikutan memakai dialek Jawa. "Bahasa Tegal pun hanya dikenal untuk masyarakat kelas bawah. Akibatnya, orang Tegal mau berbicara dengan bahasa Tegal cenderung rendah diri, terutama jika sudah ke luar daerah," paparnya. Mulai zaman kerajaan Mataram, penjajahan Belanda, Orde Lama, dan Orde Baru, kata Hadi, kepala daerah di wilayah Tegal dan sekitarnya selalu berasal dari priayi wetanan. Baru pada era reformasi muncul pemimpin dari putra daerah, yaitu Bupati Agus Riyanto, yang kini masih menjabat. Dominasi sosial politik dari budaya Jawa dan citra sebagai bahasa lawakan ini membuat masyarakat Tegal kurang percaya diri dengan ketegalannya. Tak pelak, bila pengembangan bahasa Tegal pun sangat sulit. Unit keluarga saat ini banyak yang memilih menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa sebagai alat komunikasi. Padahal, dilihat dari sejarahnya, kata Hadi Utomo, bahasa Tegal berusia lebih tua daripada bahasa Jawa. Inti bahasa Tegal adalah bahasa Jawa Kuna. Dalam proses sejarah, bahasa Jawa Kuna yang berkembang di Brebes, Tegal, Pemalang, dan Pekalongan itu bertemu dengan bahasa lain mulai dari Sunda, Cirebon, Jawa, Madura, Arab, China, bahkan Belanda. Tak heran bila beberapa kosakata bahasa Tegal ada yang mirip bahasa Belanda, misalnya kata maju yang dalam bahasa Tegalnya poret. Poret berasal dari kata Belanda, yaitu voor uit. Ada pula kata brug yang berarti ’jembatan’. Istilah brug berasal dari bahasa Belanda yang juga berarti ’jembatan’. "Orang Tegal menyebut pacar itu gerel. Ini berasal dari kata girl dalam bahasa Inggris. Kata ciu, misalnya, yang berasal dari bahasa China," ungkapnya. Sastra Pengembangan sastra Tegal pun tersendat. Hingga kini belum ada karya sastra bernuansa Tegal yang tumbuh dengan solid. Kondisi seperti ini dipahami seniman setempat. Mulai tahun 1994, seniman muda Tegal dan sekitarnya, termasuk Brebes dan Pemalang, mulai mencoba mengembangkan karya sastra Tegalan, salah satunya yang sudah dirintis adalah puisi Tegalan. "Memang belum ada konsep mengenai puisi Tegalan ini. Dalam sejarahnya pun, puisi Tegalan tidak pernah menjadi tradisi. Tetapi yang pasti, puisi Tegalan adalah puisi yang menggunakan bahasa Tegal. Tujuan kami mengembangkannya adalah agar bahasa Tegal lebih dihargai, dan bukan hanya dianggap sebagai bahasa lawakan," papar pelopor sastra Tegalan Lanang Setiyawan. Lanang bersama sejumlah seniman asal Tegal membentuk Komunitas Sastra Tegalan. Selain mencipta puisi Tegalan, komunitas ini juga mengembangkan seni gerak, baik dalam bentuk fragmen maupun teater. Khusus untuk puisi Tegalan, beberapa kali Lanang dan kawan-kawan menciptakan puisi dengan menerjemahkan puisi sastrawan terkenal ke dalam bahasa Tegal, salah satunya adalah puisi terkenal WS Rendra berjudul Nyanyian Angsa yang diganti menjadi Tembangan Banyak. Puisi ini merupakan tonggak kali pertama puisi Tegalan dikenal masyarakat. Sejak tahun 2005, Pemerintah Kabupaten Tegal mulai memahami pentingnya pengembangan sastra Jawa bagi pemberdayaan bahasa Tegal. Berbagai kegiatan kesastraan Tegal digelar pemkab dengan melibatkan berbagai kalangan, terutama seniman. "Sastra Tegalan ini selain cukup penting untuk nguri-uri budaya Tegal, juga penting untuk menyatukan masyarakat Tegal dan komunitas yang memakai bahasa ini," ujar Agus. Namun, untuk mengangkat martabat bahasa Tegal lewat karya sastra tidaklah mudah. Apresiasi masyarakat Tegal masih rendah karena mereka tak terbiasa dengan karya sastra dalam dialek setempat. Persoalan lain, kata Lanang, adalah tidak diajarkannya bahasa Tegal secara formal dalam proses belajar mengajar di sekolah. Masyarakat pengguna bahasa Tegal yang ada di Tegal, Brebes, Pemalang, hingga Pekalongan dianggap sebagai masyarakat Jawa. Akibatnya, pengajaran bahasa daerah untuk siswa di daerah itu memakai bahasa Jawa. "Padahal, berbeda sekali kondisi yang sebenarnya. Dalam keseharian, masyarakat sini masih memakai bahasa Tegal, bukan bahasa Jawa. Mereka tidak tahu persis bahasa Jawa. Pemerintah harus memahami ini," ujar Lanang.

Museum Ullen Sentalu, Sinar Kecantikan Putri Keraton

01.35 Edit This 0 Comments »
Banyak orang mengatakan kecantikan perempuan melingkupi dua ruang, inner dan outer. Tak jarang, perempuan hanya menonjolkan salah satunya, biasanya kecantikan luarnya. Bagaimana dengan puteri keraton, apakah mereka mampu menonjolkan keduanya? Museum Ullen Sentalu memberikan sebuah bukti bahwa di samping paras cantik, beberapa puteri kraton juga mampu menonjolkan pemikiran dan karya yang menjadi simbol inner beauty mereka. Museum yang terletak di kaki selatan Gunung Merapi ini menampung foto, lukisan karya puteri keraton dari Yogyakarta, Surakarta, Mangkunegaran dan Pakualaman. Menempati salah satu sudut terindah wilayah Kaliurang, yaitu Taman Kaswargan atau taman surga yang berupa lahan yang dikelilingi hutan dan taman, museum ini diresmikan pada tahun 1997 oleh
Sri Paku Alam VIII. Ullen Sentalu yang digunakan sebagai nama museum merupakan singkatan dari "Ulating Blencong Sejatine Tataning Lumaku" yang berarti pelita kehidupan sejati bagi jalan hidup manusia, dibangun dengan konsep in the field architectural concept, tanpa cetak biru.

Memasuki museum ini, anda akan disambut udara sejuk dan rindang pepohonan. Seorang guide kemudian akan menyapa, menemani anda menjelajah museum yang terdiri dari dua bagian utama yang seluruhnya dibangun dengan konsep labirin dan berbahan dasar batu gunung, yaitu Guwo Selo Giri yang berarti gua berdinding batu gunung dan Kampung Kambang yang berarti sebuah kampung yang terletak di atas perairan (kolam).

Di Guwo Selo Giri, anda akan menjumpai sejumlah lukisan putri keraton yang menonjol karakter dan karyanya serta foto-foto pusat kota Yogyakarta pada awal abad 20. Salah satu puteri keraton yang menonjol dan ditampilkan di ruangan ini adalah Partini Djayadiningrat, puteri Mangkunegaran VII yang mengarang novel berjudul Ande-Ande Lumut dan diterbitkan oleh Balai Pustaka. Dalam novel itu, ia memakai nama Antipurbani. Terdapat pula lukisan putri Retno Puoso tengah mengenakan kipas desainnya sendiri yang bersatu dengan busana.

Menuju Kampung Kambang, anda akan menjumpai beberapa ruang, yang pertama adalah Balai sekar Kedaton yang dipersembahkan pada GRAj. Koes Sapariyam yang akrab disapa Tineke. Ruangan ini menampung foto dan puisi karyanya yang ditulis dalam kurun waktu 1939-1947. Salah satu puisinya mengungkapkan tentang inti kebahagian, yaitu ketika manusia mampu menebar cinta pada lingkungannya, bahkan pada lingkungan yang penuh dosa sekalipun.

Ruang berikutnya bernama Ruang Paes Ageng Yogyakarta, menampung kain batik dengan motif yang cocok untuk acara perkawinan. Beberapa motif adalah Sido Asih, Sido Mukti, Sido Drajat dan motif lain bernama awal "Sido" yang mesti dikenakan pasangan agar hidupnya bahagia. Motif Truntum, Truntum Wirasat dan Wirasat juga terdapat, merupakan motif batik yang mesti dikenakan orang tua pasangan sehingga bisa memberi tuntunan dan nasihat.

Ruang Vorstendlanden Batik atau Ruang Batik Jogja Solo yang akan ditemui kemudian menampung sejumlah koleksi batik khas Yogyakarta dan Solo. Salah satu motif yang legendaris adalah batik motif bintang yang dibuat oleh seorang permaisuri Kraton Surakarta. Motif tersebut dibuat karena setiap malam sang permaisuri sering melihat bintang kala malam saat kesepian karena raja lebih sering bersama selir. Motif batik bintang ini sanggup membuat sang permaisuri diperhatikan lagi oleh raja.

Di Ruang Batik Pesisiran, atau batik yang berkembang di wilayah pesisir seperti Cirebon dan Indramayu, anda akan menjumpai beberapa motif batik dan kain kebaya bordir yang unik. Motif batik di ruangan ini umumnya lebih kaya warna namun minim filosofi, berbeda dengan batik Jogja-Solo yang warnanya cenderung monoton namun lebih kaya filosofi. Sementara, kebaya berbordir bisa dikatakan unik karena masih dibuat dengan mesin manual namun kualitasnya tak tertandingi.

Ruang Putri Dambaan yang menjadi penghujung penjelajahan, akan memberikan gambaran pada anda sosok Putri Nurul Kusumawardani, seorang putri keraton yang hobi berkuda, tenis dan renang. Putri yang sempat dilamar Presiden Soekarno dan Hamengkubuwono IX ini menjadi salah satu wanita yang menonjol di kalangan Kraton, karena pandai menari dan menolak poligami. Salah satu foto menggambarkannya sedang menari di Belanda dengan diiringi gamelan yang dimainkan di Kraton
Surakarta dan disiarkan live melalui radio di Belanda.

Lepas berkeliling, anda akan disuguh dengan Kusmayana Drink, minuman istimewa resep putri Kusmayana yang dipercaya dapat membuat awet muda, terbuat dari jahe, kayu manis, gula jawa, sedikit garam dan daun pandan. Anda bisa menikmatinya sambil memasuki art shop yang menjual beragam souvenir serba batik, mulai topeng, baju, kaos dan perhiasan batik kayu. Anda juga bisa berkeliling taman yang berada wilayah sekitar museum.